Minggu, 06 Februari 2011

“KEBAHAGIAAN”


                                                                           “KEBAHAGIAAN”

Pagi tadi,  sebuah status fb dari seorang teman,  saya acungi jempol. Begini: “Bukan karena kaya maka seseorang akan bahagia, melainkan kalau seseorang bahagia, maka dia akan lebih mudah mendatangkan rezeki dan akan selalu merasa kaya (Rhenald Kasali)”

Hmm…menarik bukan? Maksud saya menarik kerutan di dahi saya.

Saya tahu ini sepenggal  catatan bijak dari seorang enterpreuner nomor wahid di negara ini. Artinya, catatan ini dibuat bukan oleh orang sembarangan, bahkan boleh jadi dihasilkan  berdasarkan pengalaman pribadi beliau. Oleh  karena itu  maka  saya merasa perlu membacanya berulang-ulang untuk memahami maknanya.

Dalam catatan  tersebut setidaknya ada dua kata kunci yang perlu dicermati, yaitu: “kaya” dan “bahagia”. Agar tak salah menerjemahkan artinya, saya lalu mencarinya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) terbitan Depdikbud-Balai Pustaka.

Dalam kamus tertulis arti kaya adalah “mempunyai banyak harta/uang”. Hanya itu. Betul, tidak ada sisipan kata bahagia di sana. Selanjutnya, kata bahagia artinya adalah “keadaan atau perasaan senang tenteram lahir batin, bebas dari segala yang menyusahkan”.  Tanpa ada penjelasan yang menyinggung soal harta benda.

Tadinya, dalam pemahaman saya, antara kaya dan bahagia terjalin sebuah hubungan yang harmonis. Jika seseorang termasuk golongan kaya, maka akan bahagia. Tapi ternyata Bang Rheinald mematahkannya, bahwa bukan karena kaya maka seseorang bahagia. Beliau menyebutkan kata BUKAN.

Wah, padahal menjadi orang kaya sepertinya dambaan hampir setiap manusia. Punya mobil mewah, tiap saat bisa beli baju baru, ingin perhiasan tinggal menunjuk model terbaru, isi dompet selalu tebal, haduuuh…nikmat sekali hidup ini !  Tapi kok bisa ya beliau membuat pernyataan bahwa bukan itu yang membuat seseorang bahagia. Kalau bukan karena kaya, berarti bisa saja bahagia disebabkan  karena  hal lain. Iya kan?

Nah, disinilah dimulainya kening saya berkerut.

“Sebenarnya karena apa sih seseorang bisa bahagia?”

Seorang teman saya coba menjawab:” karena kita  telah membahagiakan orang lain.”

Tepat. Bahagia dan memberi kebahagiaan merupakan  sebuah hubungan timbal  balik. Seperti ketika kita membeli sebuah barang dengan cara cash and carry. Atau seperti sebuah hubungan yang menghasilkan win-win solution. Gampangnya, seperti ketika mengucapkan assalamualaikum, wr wb.. kemudian dibalas dengan waalaikum salam wr wb…baik yang mengucapkan salam maupun yang membalasnya, keduanya berpahala!

Saya menganggap seperti itulah kebahagiaan, seperti menanam, lalu memanen. Dengan kata lain, berikanlah kebahagiaan pada orang lain, maka kita pun akan bahagia.

Selanjutnya kata bang Rhenald: kalau seseorang bahagia, maka dia akan lebih mudah mendatangkan rezeki dan akan selalu merasa kaya.Betulkah?

Ternyata iya, sangat terbukti, orang yang bahagia  biasanya  cenderung menjadi dermawan. Itu terjadi karena secara naluri kita selalu ingin berbagi kebahagiaan dengan orang lain. Namun demikian, mungkin anda memiliki pandangan yang berbeda dengan saya. Saya ingin mengajak anda untuk memahami  ungkapan mendatangkan rejeki dengan cara yang lebih sederhana.

Rezeki tak melulu dikaitkan dengan harta benda. Jika rezeki hanya dimiliki orang kaya, dan saya bukanlah orang kaya, maka  apakah tertutup bagi saya untuk mendatangkan rezeki bagi orang lain?  Semoga tidak. Berbagilah rejeki kepada orang lain dengan cara yang sederhana pula. Hal ini untuk  menghindari memberi  makanan atau hadiah  karena didasari ingin bersifat riya. Berbagilah rejeki karena Alloh turunkan rezeki untuk orang tersebut melalui tangan anda.

Bagi saya, senyum yang tulus sudah merupakan rejeki. Pandangan mata yang penuh cinta kasih kepada sesama adalah rejeki. Insya Alloh, jika kita lakukan dengan ikhlas maka perasaan bahagia itu akan datang dengan sendirinya, dan otomatis kita merasa kaya!

Semoga sepenggal uraian ini bermanfaat. Selamat karena hari ini kita telah membahagiakan orang lain!
Terima kasih kepada Bang Rhenald via facebook Iwan Ardhi P.

Langit lembang, 27 Januari 2011


Tidak ada komentar:

Posting Komentar